Artikel ini ditulis oleh : Mustamin Kila
QS al-Baqarah, 183:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa”.
Puasa dalam artian umum
“Berpuasa adalah menahan dari segala hal yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh atau tiap-tiap hari yang dapat dibuat berpuasa oleh orang-orang Islam yang sehat, dan suci dari haid dan nifas.”
Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan tingkatan dalam berpuasa.
Shaumul umum,
shaumul khusus, dan
shaumul khususil khusus.
Ketiganya bagaikan tingkatan tangga yang manarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang khusus.
Puasa orang awam
Shaumul umum atau puasanya orang awam. Puasa ini adalah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang atau sudah menjadi kebiasaan umum.
Puasa sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syariat.
Puasanya orang khusus
Shaumul khushus atau puasanya orang-orang spesial. Mereka berpuasa lebih dari sekadar untuk menahan haus, lapar dan hal-hal yang membatalkan.
Tapi mereka juga berpuasa untuk menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Mulutnya bukan saja menahan diri dari mengunyah, tapi juga menahan diri dari menggunjing, bergosip, apalagi memfitnah, baik secara langsung maunpun lewat media sosial.
Puasa orang khususil khusus
Ini puasa tingkat paling tinggi menurut klasifikasi Imam Al-Ghazali, disebut shaumul khushusil khushus. Inilah praktik puasanya orang-orang istimewa,
Mereka tidak saja menahan diri dari maksiat, tapi juga menahan hatinya dari keraguan akan hal-hal keakhiratan. Menahan pikirannya dari masalah duniawi, serta menjaga diri dari berpikir kepada selain Allah.
Standar batalnya puasa bagi mereka sangat tinggi, yaitu apabila terbersit di dalam hati dan pikirannya tentang selain Allah, seperti cenderung memikirkan harta dan kekayaan dunia.
Puasa kategori level ketiga ini adalah puasanya para nabi, shiddiqin dan muqarrabin, sementara di level kedua adalah puasanya orang-orang shalih.
Lantas, sudah berada dimana tingkatan puasa kita selama ini ?
Upaya Imam Al-Ghazali mengklasifikasi orang berpuasa ke dalam tiga level tersebut, tak lain tujuannya adalah agar kita yang setiap tahun berpuasa Ramadhan bisa menapaki tangga yang lebih tinggi dalam kualitas ibadah puasanya.(*)